public goods
PUBLIC GOODS
Manfaat
dari pengklasifikasian barang atau jasa mempermudah dalam menentukan
pengaturan-pengaturan tentang institusi (lembaga) mana yang paling
berperan dalam penyediaannya.
“Pure
public goods have two critical properties. The first is that it is not
feasible to ration their use. The second is that it is not desirable to
ration their use.” (Stiglitz, 188:199).
Barang
publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh
individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang
tersebut. Suatu barang publik merupakan barang-barang yang tidak dapat
dibatasi siapa penggunanya dan sebisa mungkin bahkan seseorang tidak
perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Barang publik adalah
untuk masyarakat secara umum (keseluruhan) sehingga dari semua kalangan
dapat menikmatinya.
Contoh
barang publik ini diantaranya udara, cahaya matahari, papan marka
jalan, lampu lalu lintas, pertahanan nasional, pemerintahan dan
sebagainya. Akan sulit untuk menentukan siapa saja yang boleh
menggunakan barang publik karena keberadaannya memang untuk konsumsi
semua orang.
Penilaian
terhadap sifat publik atau privat dari sebuah barang maupun jasa tidak
bisa dinilai berdasarkan karakteristik inheren yang dimilikinya. Menurut
Gaye Yilmaz (2005), sifat “publik” dari sebuah barang atau jasa merujuk
pada persoalan cara barang atau jasa tersebut diberikan (delivered)
kepada masyarakat. Penilaian terhadap sifat publik atau privat dari
sebuah barang maupun jasa tidak bisa dinilai semata-mata berdasarkan
apakah ia dapat diperdagangkan atau tidak. Menurut Yilmaz, sesuatu
disebut sebagai public goods ketika negara memiliki peran utama
dalam proses pengadaan maupun penyalurannya sehingga dapat dinikmati
oleh seluruh warga negara. Di sini, negara meyakini bahwa ia merupakan
kebutuhan bersama. Dalam
dunia nyata jarang sekali barang yang bersifat publik atau privat 100%,
kebanyakan bersifat publik semu dengan derajad kesemuan yang
berbeda-beda
Pemerintah
pun pada hakikatnya hanya dapat terwujud karena diadakan oleh publik.
Pihak pemerintah pun mengadakan barang publik dengan meminta kontribusi
dari publik, diantaranya dengan pajak. Selain itu, seringkali juga
pemerintah dapat bertindak sebagai fasilitator penyedia barang publik
untuk kemudian hanya masyarakat tertentu yang bisa menikmatinya atau
untuk meningkatkan efisiensi produksinya kemudian bekerja sama dengan
sektor swasta dengan batasan-batasan tertentu. Contohnya penyediaan
tenaga listrik atau pengolahan air bersih, yang hanya dapat dinikmati
oleh mereka yang membayar untuk itu, atau membangun jalan dan jembatan
juga dari pajak, dsb. Bisa saja kemudian masyarakat sendiri yang
menyediakan barang publik untuk pemenuhan kebutuhannya, misalnya dengan
kerja bakti dsb. Disisi lain, pemerintah memiliki kesulitan dalam
mengatur jumlah penarikan kontribusi secara langsung kepada para
pengguna public goods, karena pembayaran tidak berhubungan
langsung dengan permintaan maupun pemanfaatannya. Untuk itu diperlukan
mekanisme pasar yang diatur melalui suatu proses politik yang dapat
menentukan seberapa banyak public goods yang harus disediakan dan
seberapa besar kontribusi yang harus dibayar oleh para pengguna baik
melalui pajak, retribusi maupun bentuk-bentuk kontribusi lainnya.
Sektor
swasta tentu akan menyerahkan pada pihak lain untuk mengadakan barang
publik karena terlalu tidak efisien bagi mereka. Hal ini kemudian
menimbulkan penafsiran bahwa konteks public goods adalah barang
yang harus disediakan oleh pemerintah. Hal ini tidak selamanya benar.
Karena penggunaannya yang untuk publik, maka pada hakikatnya, publiklah
yang juga harus menyediakannya. Savas (2000 : 53) mengemukakan bahwa
masyarakat dapat menyediakan sendiri kebutuhan akan barang atau jasa
yang bersifat kolektif melalui voluntary action (kesukarelaan).
Public goods di
dalam komunitas yang cukup besar dan relatif kompleks membutuhkan
peralatan dan biaya yang relatif lebih banyak. Untuk itu diperlukan
kontribusi dari masyarakat untuk mengatur penyediaannya, misalnya dengan
menerapkan sistem pajak sebagai bentuk dari kontribusi dan hasil
pengumpulannya digunakan untuk membiayai kegiatan tersebut. Disinilah
peran pemerintah dibutuhkan untuk memfasilitasi kepatuhan masyarakat
terhadap aturan-aturan dalam memberikan kontribusi, misalnya memberikan
sangsi kepada masyarakat yang tidak taat pajak atau sebaliknya
memberikan insentif kepada yang taat membayar pajak.
Barang publik memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan barang lainnya, yakni :
- Non exclusive
Apabila
suatu barang publik tersedia, tidak ada yang dapat menghalangi siapapun
untuk memperoleh manfaat dari barang tersebut atau dengan kata lain,
setiap orang memiliki akses ke barang tersebut.
Jadi semua orang, baik orang tersebut membayar maupun tidak membayar
dalam mengkonsumi barang atau jasa tersebut, ia tetap memperoleh
manfaat.
Sebagai
contoh dalam konteks pasar, baik mereka yang membayar maupun tidak
membayar dapat menikmati barang tersebut. Sebagai contoh, masyarakat
membayar pajak yang kemudian diantaranya digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan jasa kepolisian misalnya, akan tetapi yang kemudian
dapat menggunakan jasa kepolisian tersebut tidak hanya terbatas pada
yang membayar pajak saja. Mereka yang tidak membayar pun dapat mengambil
menfaat atas jasa tersebut. Singkatnya, tidak ada yang dapat
dikecualikan (excludable) dalam mengambil manfaat atas barang publik. Contoh yang lain adalah Hankam.
Semua penduduk mendapat perlindungan yang sama dalam bidang Hankam,
baik mereka yang membayar jasa Hankam maupun yang tidak membayar. Hal
serupa dapat diterapkan pada tingkat lokal seperti program pengendalian
nyamuk atau program pencegahan melawan penyakit. Dalam kasus ini sekali
program tersebut diimplementasikan, seluruh penduduk dari komunitas
tersebut diuntungkan, dan tidak seorangpun dapat dikecualikan dai
manfaat tersebut, tanpa memperhitungkan apakah mereka membayar atau
tidak.
- Non Rivalry
Non-rivalry
dalam penggunaan barang publik berarti bahwa penggunaan satu konsumen
terhadap suatu barang tidak akan mengurangi kesempatan konsumen lain
untuk juga mengkonsumsi barang tersebut. Setiap orang dapat mengambil
manfaat dari barang tersebut tanpa mempengaruhi menfaat yang diperoleh
orang lain.
Sebagai
contoh, dalam kondisi normal, apabila kita menikmati udara bersih dan
sinar matahari, orang-orang di sekitar kita pun tetap dapat mengambil
manfaat yang sama, atau apabila kita sedang mendengar adzan dari sebuah
mesjid misalnya, tidak akan mengurangi kesempatan orang lain untuk ikut
mendengarnya. Kemudian misalkan satu tambahan mobil melintas di jalan
raya selama periode tidak ramai. Karena jalan tersebut sudah ada, satu
lagi kendaraan melintas tidak membutuhkan sumberdaya tambahan dan tidak
mengurangi konsumsi pihak lainnya. Satu lai tambahan pemirsa pada satu
saluran televisi tidak akan menambah biaya meskipun tindakan ini
menyebabkan terjadinya tambahan konsumsi. Konsumsi oleh tambahan
pengguna dari barang semacam itu adalah nonrivalitas/nonpersaingan
sehingga tambahan konsumsi tersebut membutuhkan biaya marjinal sosial
dari produksi sebesar nol; konsumsi tersebut tidak mengurangi kemampuan
orang lain untuk mengkonsumsi.
- Joint consumption
Barang atau jasa dapat digunakan atau dikonsumsi bersama-sama. Suatu barang atau jasa dapat dikatakan memiliki tingkat joint consumption yang tinggi jika barang atau jasa tersebut dapat dikonsumsi bersama-sama secara simultan dalam waktu yang bersamaan (joint consumption) tanpa
saling meniadakan manfaat (rivalitas) antara pengguna yang satu dan
lainnya. Sedangkan untuk barang atau jasa yang hanya dapat dimanfaatkan
oleh seseorang dan orang lain kehilangan kesempatan menikmatinya, maka
barang atau jasa tersebut dikatakan memiliki tingkat joint consumption yang rendah.
- Externalities
Eksternalitas.
Secara umum, eksternalitas akan terjadi apabila masyarakat mendapatkan
dampak atau efek-efek tertentu diluar barang atau jasa yang terkait
langsung dengan mekanisme pasar. Dalam konteks mekanisme pasar,
Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui
mekanisme pasar inilah yang disebut dengan eksternalitas. Dapat
dikatakan bahwa eksternalitas adalah suatu efek samping dari suatu
tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang
menguntungkan maupun yang merugikan. Mudahnya, ini adalah efek yang
terjadi diluar apa yang mungkin diharapkan atau didapat dari
penyelenggaraan suatu barang atau jasa.
Dapat
dibedakan menjadi dampak positif (External Benefit) atau dampak negatif
(External Cost) yang diperoleh dari memproduksi, mendistribusikan atau
memngkonsumsikan barang atau jasa yang dibebankan kepada orang lain yang
tidak secara langsung mengkonsumsi barang tersebut.
Contoh
External Benefit: Imunisasi, pendidikan dasar. Dengan dilakukan
imunisasi, maka terjangkitnya penyakit tersebut dalam masyarakat menjadi
kecil.
Contoh External Cost : rumah-rumah yang terletak di pinggir jalan akan mendapat polusi dari kendaraan yang melalui jalan itu, padahal mereka tidak membayar untuk itu. Polusi ini adalah contoh eksternalitas negatif. Contoh lain, sebuah taman yang cukup besar dibangun di tengah kota dengan tujuan untuk dijadikan obyek wisata dan menambah pendapatan kota tersebut. Eksternalitas yang kemudian mungkin terjadi adalah efek estetika kota dan udara yang relatif lebih bersih di sekitar taman tersebut. Ini adalah contoh eksternalitas positif. Disebut eksternalitas karena efek-efek ini terjadi diluar tujuan penyelenggaraannya. Kita tidak akan terlalu banyak membahas mengenai terminologi eksternalitas ini karena konteksnya dapat sangat meluas. Kita hanya perlu memahami pengertian dasarnya saja.
Contoh External Cost : rumah-rumah yang terletak di pinggir jalan akan mendapat polusi dari kendaraan yang melalui jalan itu, padahal mereka tidak membayar untuk itu. Polusi ini adalah contoh eksternalitas negatif. Contoh lain, sebuah taman yang cukup besar dibangun di tengah kota dengan tujuan untuk dijadikan obyek wisata dan menambah pendapatan kota tersebut. Eksternalitas yang kemudian mungkin terjadi adalah efek estetika kota dan udara yang relatif lebih bersih di sekitar taman tersebut. Ini adalah contoh eksternalitas positif. Disebut eksternalitas karena efek-efek ini terjadi diluar tujuan penyelenggaraannya. Kita tidak akan terlalu banyak membahas mengenai terminologi eksternalitas ini karena konteksnya dapat sangat meluas. Kita hanya perlu memahami pengertian dasarnya saja.
- Indivisible
Yakni tidak bisa dibagi-bagi dalam satuan unit yang standar untuk bisa di delivery.
- Marginal Cost = 0
Artinya, tidak ada tambahan biaya untuk memproduksi tambahan satu unit output
Contoh
: biaya untuk bikin jalan tol utk satu atau seratus orang adalah sama.
Dibiayai oleh tarif atau harga, disediakan melalui mekanisme birokrasi
atau politik.
Jenis barang dan jasa berdasarkan karaketeristiknya
Easy to exclude
|
Difficult to exclude
| |
Individual consumption
|
Individual goods
(e.g.: food, clothing, shelter)
|
Common-pool goods
(e.g., fish in the sea)
|
Joint consumption
|
Toll goods
(e.g., cable TV, telephone, electric power)
|
Collective goods
(e.g., national defense, felons)
|
Sumber : E.S. Savas, 2000:62 )
Efek-efek yang terkait dengan kedua sifat barang publik ini adalah
Free riders. Free riders ini adalah mereka yang ikut menikmati barang publik tanpa mengeluarkan kontribusi tertentu sementara sebenarnya ada pihak lain yang berkontribusi untuk mengadakan barang publik tersebut. Contohnya adalah mereka yang tidak membayar pajak tadi, tapi ikut menikmati jasa-jasa atau barang-barang yang diadakan atas biaya pajak. Contoh lain, sebuah jalan desa dibangun dengan kerja bakti. Free rider kemudian adalah mereka yang tidak ikut kerja bakti, tetapi kemudian ikut menggunakan jalan desa tersebut. Dalam ilmu ekonomi, keberadaan masalah free rider dan eksternalitas inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya inefisiensi pasar.
Free riders. Free riders ini adalah mereka yang ikut menikmati barang publik tanpa mengeluarkan kontribusi tertentu sementara sebenarnya ada pihak lain yang berkontribusi untuk mengadakan barang publik tersebut. Contohnya adalah mereka yang tidak membayar pajak tadi, tapi ikut menikmati jasa-jasa atau barang-barang yang diadakan atas biaya pajak. Contoh lain, sebuah jalan desa dibangun dengan kerja bakti. Free rider kemudian adalah mereka yang tidak ikut kerja bakti, tetapi kemudian ikut menggunakan jalan desa tersebut. Dalam ilmu ekonomi, keberadaan masalah free rider dan eksternalitas inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya inefisiensi pasar.
Sektor swasta biasanya kemudian mengembankan cara-caranya sendiri untuk mengatasi efek eksternalitas dan free rider
yang dapat menimbulkan inefisiensi tersebut. Contohnya, siaran televisi
sebenarnya dapat digolongkan sebagai public goods bagi seluruh pemilik
televisi. Akan tetapi, sektor swasta misalnya kemudian mengembangkan
sistem periklanan atau sistem TV-kabel yang mengacak transmisi siaran
sehingga hanya dapat ditangkap dengan dekoder tertentu agar hanya mereka
yang membeli dekoder itu yang dapat menikmati siarannya. Contoh lain
adalah sistem jalan toll, sehingga hanya mereka yang membayar yang dapat
menggunakan jalan tersebut. Untuk menghindari adanya free riders dibutuhkan kekuatan pemerintah untuk memberlakukan paksaan (kewajiban) kepada masyarakat untuk memberikan kontribusi.
Di
dalam penggolongan barang publik terdapat kerancuan dikarenakan
sifatnya yang non-excludable namun justru menimbulkan rivalry atau
non-rivalry yang justru menimbulkan excludable. Kita
bisa sepakat bahwa jalan merupakan fasilitas umum, public good, dan
siapapun berhak menggunakan jalan raya sebagai sarana perhubungan. Akan
tetapi, dapat kita bayangkan apabila terlalu banyak pengguna jalan yang
memakai satu jalan di satu waktu maka dapat menyebabkan kemacetan lalu
lintas. Keberadaan satu kendaraan dapat mengurangi kesempatan kendaraan
lain untuk dapat mengambil manfaat jalan itu secara optimal. Dengan kata
lain, jalan raya bersifat non-excludable, akan tetapi dia menimbulkan
rivalry, terutama dalam kondisi macet. Kondisi yang menyebabkan atau
memaksa terjadinya hal ini adalah terbatasnya ketersediaan lahan untuk
membangun jaringan jalan. Kita tidak bisa begitu saja membangun sebuah
jaringan jalan karena lahan terbatas dan masih banyak fungsi-fungsi lain
yang memerlukan lahan tersebut. Contoh lain adalah air bersih. Kita
sepakat bahwa semua orang membutuhkan air bersih, dan karena itu, secara
alamiah air harus kita golongkan kedalam public goods, seperti halnya
udara dan sinar matahari. Tetapi, apabila kita melihat contoh kasus pada
PDAM, pengolahan air bersih membutuhkan biaya mahal. Untuk itu, jasa
PDAM kemudian hanya diberlakukan pada mereka yang membayar. Mereka yang
selama beberapa waktu tidak membayar maka tidak bisa lagi menikmati jasa
PDAM itu. Artinya, dia bersifat excludable. Selain itu, penggunaan air
bisa optimal apabila sumber air bersihnya melimpah atau jumlah
penggunanya tidak terlalu banyak. Akan tetapi, dalam kondisi dimana air
bersih merupakan sesuatu yang sedang langka atau penggunanya sangat
banyak, penggunaan oleh satu konsumen dapat mengurangi kesempatan
konsumen lain untuk menggunakan air bersih. Dengan demikian, dalam
kondisi tertentu, dia bisa bersifat rivalry. Meskipun begitu, sekali
lagi, karena selama ini kita mengenal air bersih sebagai salah satu
kebutuhan primer.semua orang dan karenanya harus dkelompokkan sebagai
barang publik. Selain itu ada satu sisi, teknologi dapat dikategorikan
sebagai barang publik dan pada sisi yang lain, dia juga dapat berfungsi
sebagai barang pribadi. Pertanyaannya, di manakah batas antara teknologi
sebagai barang publik dan sebagai barang pribadi ? Hal ini tergantung
pada jenis teknologi dan dampaknya bagi masyarakat luas. Jika suatu
jenis teknologi memiliki dampak sosial dan ekonomi yang mau tidak mau
akan dinikmati banyak orang, maka teknologi tersebut adalah barang
publik. Oleh karena itu, adalah kewajiban pemerintah untuk mengeluarkan
biaya bagi pengembangan dan pengadaannya. Jenis teknologi ini meliputi
transportasi massal, kesehatan, energi, pendidikan, infrastruktur, dan
komunikasi.
Masalah penyediaan public goods muncul
karena sulitnya memperkirakan seberapa besar kebutuhan akan barang atau
jasa yang perlu disediakan. Masalah lain yang terjadi juga disebabkan
oleh sifat dari public goods yang digunakan secara kolektif, dimana seseorang hanya punya pilihan terbatas untuk mendapatkan layanan atau barang tersebut (public goods).
DAFTAR PUSTAKA
http://aristodiga.blogspot.com/2005/08/pendidikan-tinggi-public-atau-private.html (diakses 30 September 2013)
http://anitaalawiyah.blogspot.com/2011/03/public-goods.html (diakses 30 September 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar