Minggu, 06 Juli 2014

ADMINISTRASI PEMBANGUNAN (PEMBANGUNAN DI BIDANG SOSIAL BUDAYA)


ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

(PEMBANGUNAN DI BIDANG SOSIAL BUDAYA)

 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Disiplin administrasi pembangunan yang berinduk pada administrasi negara merupakan disiplin ilmu terapan, artinya suatu ilmu tersebut akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi instrumen ataupun alat manusia dalam memecahkan masalah, termasuk permasalahan pembangunan yang dibutuhkan semua bangsa dan negara di dunia ini termasuk bangsa Indonesia. Di zaman modern dan mengglobal sudah menjadi lumrah bahwa kehidupan manusia semakin cepat dan kompleks akibat perkembangan teknologi, dunia terasa kecil orang-orang bisa berkommunikasi antar benua, terus banyak budaya asing yang masuk dan bercampur baur dengan kebudayaan bangsa indonesia yang menyebabkan akulturasi,kehidupan sosial jadi semakin kompleks dan banyak perubaha baik perubahan ke arah yang positif dan kearah negatif, sebagai bangsa yang kaya akan budaya dan sjarah daerah sudah sewajibnya kita sebagai warga bangsa indonesia menjaga dan melestarikan bangsa sebagai warisan dan ciri khas nasional maupun di mata internasional.selain pembangunan di bidang ekonomi,pertahanan dan keamanan sosial budaya juga merupaka pembangunan yang tidak kalah penting,apabila itu diabaikan idonesia akan kehilangna identitas,indonesia kehilangan jati diri,jangan sampai itu terjadi. Administrasi pembangunan disiplin ilmu yang akan dijadikan instrumen pengaplikasian pembangunan dibidang sosial dan budaya, dan pembangunan yang lainnya hendak nya benar-benar diaplikasikan dan dipahami sebagai alat untuk mencapai cita-cita bangsa ini.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengertian pembangunan di bidang sosial dan budaya dan seperti apa pembanguan sosial budaya itu sendiri

1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan untuk mengetahui dan memahami arti dan esensi pembangunan d bidang sosial dan budaya



1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan tugas ini adalah memperkaya pemahaman tentang bagaimana pembanguanan sosial dan budaya itu di implementasikan.

1.5. Metode Penulisan
Metode penulisan dilakukan dengan kajian kepustakaan atas jurnal-jurnal terkait dan buku teks Perilaku Organisasional dan sumber–sumber artikel ataupun bacaan dari media sosial seperti internet.

1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan dimulai dengan Bab I Pendahuluan berisi Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika. Bab II. Pembahasan terdiri apa itu pembangunan di bidang sosial dan budaya itu sendiri

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
2.1.1. Pengertian Administrasi Pembangunan
Administrasi Pembangunan adalah seluruh usaha yang dilakukan oleh suatu bangsa dan negara untuk bertumbuh, berkembang dan berubah secara sadar dan terencana dalam semua segi kehidupan dan penghidupan negara dan bangsa yang bersangkutan dalam rangka pencapaian tujuan akhirnya. Membicarakan pembangunan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan karena pembangunan itu sendiri mencakup berbagai bidang kehidupan dan penghidupan manusia mulai dari sosial dan budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Pembangunan sosial budaya sebagai salah satu pembangunan yang penting, karena di dalamnya terdapat internalisasi nilai-nilai yang dapat dijadikan dasar pembangunan pada bidang lainnya.
           
2.1.2. Pengertian Pembangunan Di Bidang Sosial Dan Budaya
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Menurut Enda (2010), sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan. Sedangkan menurut Daryanto (1998), sosial merupakan sesuatu yang menyangkut aspek hidup masyarakat. Namun jika di lihat dari asal katanya, sosial berasal dari kata ”socius” yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan secara bersama-sama.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari Indonesia.buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Jadi  budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi dan  merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. Kebudayaan merupakan keseluruhan cara hidup masyarakat yang perwujudannya tampak pada tingkah laku para anggotanya. kebudayaan tercipta oleh banyak faktor organ biologis manusia, lingkungan alam, lingkungan sejarah, dan lingkungan psikologisnya. Masyarakat Budaya membentuk pola budaya sekitar satu atau beberapa fokus budaya. Fokus budaya dapat berupa nilai misalnya keagamaan, ekonomi, ideologi dan sebagainya
Jadi pembangunan sosial budaya sebagai suatu proses perubahan sosial budaya terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dimana pembangunan dilakukan saling melengkapi proses pembangunan ekonomi.

2.2. Beberapa Aspek Utama Pembangunan Sosial Dan Budaya
a)      Bahasa
b)      Adat istiadat dan tradisi
c)      Persepsi tentang kekuasaan
d)     Hubungan dengan alam
e)      Lucos of control
f)       Pandangan tentang peranan wanita
g)      Sistem keluarga besar(extended family sistem)


  1. Bahasa (Sebagai Indentitas Bangsa)
Dapat dinyatakan secara aksiomatik bahwa bahasa  merupakan aspek sosial dan budaya yang mutlak perlu untuk dikembangkan dan dilestarikan.dikatakan demikian karena perannya yang penting sebagai salah satu alat pemersatu bangsa, disamping peranannya dalam proses komunikasi dan sekaligus sebagai indentitas bangsa yang besangkutan. Dalam kaitan ini perlu ditambahkan bahwa dalam masyarakat mejemuk, bahasa dapat dikategorikan  sebagai bahasa nasional  disamping adanya bahasa–bahasa daerah. Bahasa nasional harus dimasyarakatkan sedemikian rupa sehingga semua warga negara menguasainya dan dapat berkomunikasi dalam bahasa nasional tersebut. Berbagai bahasa daerah harus dipandang  sebagai kekayaan nasional dan oleh karenanya harus pula dilestarikan. Tidak sulit untuk menemukan bangsa yang persatuannya kukuh antara lain karena adanya bahasa nasional.sebaliknya tidak sedikit negara bangsa yang  pertikaian dan  sosial karena tidak adanya bahasa nasional dan karena upaya yang tidak ada ujung pangkalnya dari berbagai suku atau ras dimsyarakat yang inggin agar bahasa mereka diterima sebagai bahasa nasional.
            Dengan demikian, disamping pelestarian bahasa nasional. Pengembangannyapun sangat penting, pengembangan tersebut dapat dalam bentuk meminjam konsep dan istilah-istilah dari sumber lain. Termasuk bahasa daerah  dan bahasa asing. Baik lisan maupun tulisan, yang efektif untuk keperluan komunikasi politik, bisnis, militer, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tentu saja untuk percakapan sehari-hari. Suatu catatan yang kiranya perlu ditambahkan ialah bahwa dalam era globalisasi seperti sekarang ini  dan masa-masa yang akan datang, disamping penguasaan bahasa nasional yang terus berkembang sebagai bahasa ibu, perhatian perlu pula diberikan kepada penguasaan bahasa asing tertentu seperti bahasa inggris. Paling sedikit untuk kelompok-kelompok  tertentu di masyarakat seperti politisi, para diplomat, birokrat senior, masyarakat dunia usaha, para akademisi yang karena jabatan, kedudukan, fungsi dan aktivitasnya sering  berinteraksi dengan orang-orang asing. Penguasaan paling sedikit bahasa inggris oleh kelompok-kelompok tersebut mutlak perlu  karena dalam penyelenggaraan tugasnya pasti sering berinteraksi dengan orang asing yang menjadi mitra kerja. Dengan pandangan demikian, kiranya tidak dapat disangkal bahwa penggunaan dibidang sosial dan budaya harus mencangkup pengembangan dan pelestarian bahasa.

b.      Adat istiadat dan tradisi
Dapat dikatakan bahwa keseluruhan adat istiadat dan tradisi suatu masyarakat merupakan bagian penting dari budaya masyarakat bersangkutan. Pada dasarnya budaya suatu bangsa merupakan persepsi bersama tentang tata cara berperilaku dalam masyarakat tersebut. Dalam masyarakat manapun, budaya berfungsi antara lain sebagai berikut.
1.    Menentukan batas-batas keperilakuan dalam kehidupan bermasyarakat karena budaya mengatur apa yang baik dan tidak baik, benar atau salah, pantas dan tidak pantas, boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, dan hal-hal sejenis seperti itu. Tentu saja hanya masyarakat yang bersangkutan lah yang harus menentukan  bagi dirinya sendiri pengaturan  tersebut.
2.      Pemeliharaan stabilitas sosial. Fungsi pertama yang telah disinggung diatas jelas menunjukan bahwa setiap warga masyarakat dituntut untuk melakukan berbagai penyesuaian sehingga mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat sebagai keseluruhan. Dengan demikian, dapat dicegah timbulnya konflik antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lain, jika timbul bisa diselesaikan dengan cara yang telah disepakati bersama
3.      Pendorong interaksi positif dan harmonis, sebagai makhluk sosial  manusia pasti berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, bentuk-bentuk berinteraksi pun beraneka ragam, tergantung pada manfaat dan kepentingannya, seperti untuk kepentingan politik, ekonomi, bisnis, serimonial, penyampaian informasi atau untuk kepentingan nonformal lainnya.
4.      Mekanisme pengendalian perilaku warga masyarakat, istiadat dan tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berperan sebagai mekanisme dalam mengendalikan perilaku para anggotanya, baik di lingkungan masyarakat yang bersangkutan sendiri maupun dengan pihak yang lain. Seperti tata cara upacara pernikahan, tata cara pemakaman warga yang meninggal, menghormati orang yang lebih tua atau dituakan, cara memberikan sesuatu, dan sebagainya. Seorang warga masyarakat akan diterima sebagai warga yang terhormat apabila yang bersangkutan mampu melakukan penyesuaian tersebut

C. Persepsi tentang kekuasaan
Dalam organisasi apapun, termasuk di dalam negara, terdapat sekelompok orang yang memiliki kekuasaan tertentu. Sumber kekuasaan itupun dapat beraneka ragam seperti karena merupakan anggota dinasti yang memerintah suatu kerajaan. Kekuasaan dapat didapatkan karena dipilih untuk menduduki jabatan kepemimpinan, karena wibawa pribadi, atau karena memiliki pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki orang lain. Pada umumnya, orang dalam organisasi mengakui kekuasaan orang-orang tertentu, karena ia bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Hal-hal tersebut diantaranya mengalokasikan dana dan daya, memberikan penghargaan, memberikan imbalan, dan mengenakan sanksi disiplin organisasi. Biasanya masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda-beda tentang kekuasaan yang dalam bentuk yang ekstrimnya tercermin pada dua kutub, pada satu kutub masyarakat memandang jarak kekuasaan antara penguasa dan yang dikuasai sebagai hal yang wajar dan normal. Dalam praktek hal itu berarti bahwa semakin tinggi kedudukan dan jabatan seseorang, semakin jauh pula jaraknya dari orang-orang yang dikuasainya. Hal ini terlihat dalam bentuk piramida. Sistem stratifikasi sosial di dalamnya terlihat sangat jelas dan nyata.

D. Hubungan dengan alam
   Sebagai unsur sosial budaya, pandangan suatu masyarakat tentang hubungannya dengan alam perlu pemahaman yang tepat karena mempunyai kaitan dengan gaya hidup. Para pakar mengatakan terdapat tiga jenis pandangan mengenai hal ini, yaitu manusia menguasai alam, manusia dikuasai oleh alam, dan manusia harus memelihara hubungan yang serasi dengan alam.
          Jika suatu masyarakat menganut pandangan bahwa manusia menguasai alam, yang sering terjadi ialah bahwa dengan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dieksploitasi dan dimanfaatkan demi kenikmatan hidup manusia. Masyarakat yang menganut paham demikian sering dihinggapi oleh “penyakit” materialisme dan hedonisme karena antaralain menempatkan perolehan dan penguasaan makin banyak kekayaan sebagai ukuran keberhasilan seseorang. Para warga masyarakat mengatakan “nikmatilah hari ini dan biarlah hari esok mengurus dirinya sendiri”.
          Masyarakat yang menganut pandangan bahwa manusia dikuasai oleh alam pada dasarnya berpendapat bahwa bumi ini hanyalah suatu mikrokosmos dan merupakan bagian dari makrokosmos, yaitu semesta alam dengan segala isinya. Dalam masyarakat itu biasanya meluas filsafat “predeterminisme” yang berangkat dari pandangan adanya kekuatan maha dahsyat yang menguasai alam semesta. Kaum agamis menyebutkan dengan “Tuhan Yang Maha Kuasa”, dan manusia harus taat sepenuhnya kepada kekuasaan tersebut.
          Pandangan ketiga yaitu, manusia harus memelihara hubungan yang serasi dengan alam, dapat dikatakan sebagai penggabungan ide pokok yang terdapat pada pandangan pertama dan kedua yang telah disinggung diatas. Artinya, meskipun manusia boleh memanfaatkan alam dan berbagai kekayaan yang terkandung didalamnya demi kesejahteraan umat manusia, akan tetapi jangan hendaknya dalam pemanfaatan tersebut alam dirusak. Bahkan terdapat pandangan ynag mengatakan bahwa jika manusia tidak mampu memelihara hubungan yang serasi dengan alam dan merusaknya, misalnya, alam mempunyai cara sendiri untu “balas dendam”.

E. Pandangan tentang peranan wanita
Pengakuan atas persamaan kaum pria dan wanita dalam kehiduoan bermasyarakat merupakan fenomena sosial yang relatif baru. Di kebanyakan masyarakat, emansipasi wanita bahkan belum terjadi. Pandangan tradisional yang sangat prevalen menempatkan kaum wanita pada posisi “warga negara kelas dua” dengan peranan yang sudah jelas, yaitu “tinggal di rumah, mengurus rumah tangga, melayani suami dan membesarkan anak-anak”. Di lingkungan masyarakat modern pandangan telah banyak berubah, antaralain karena sekitar 50% umat manusia terdiri dari wanita, gerakan emansipasi yang dipelopori oleh kaum wanita sendiri dan karena terbukanya akses bagi kaum wanita untuk menikmati pendidikan formal sampai ke strata yang paling tinggi sekalipun. Akibatnya, dalam semua segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, makin banyak wanita yang memainkan peranan yang semakin penting dan menduduki semua eselon jabatan pimpinan hingga yang tertinggi. Dalam dunia politik, misalnya, dunia mengenal wanita yang menjadi presiden, perdana menteri, duta besar dan para pejabat senior dalam lingkungan birokrasi pemerintahan. Banyak perusahaan yang sudah memperlakukan wanita sama dengan kaum pria, termasuk dalam promosi menduduki jabatan manajerial yang paling senior sekalipun. Perkembangan serupa terlihat dalam organisasi sosial, organisasi nirlaba, organisasi keagamaan, lembaga-lembaga pendidikan, dan berbagai profesi. Kiranya tepat bila dikatakan bahwa perkembangan demikian harus disambut dengan gembira.


  Sistem “keluarga besar”
            Seperti telah diketahui, dalam berbagai masyarakat dikenal dua tipe “keluarga” yaitu “nucleus family sistem” dan “extented family sistem”. Dalam sistem keluarga inti (nucleus family sistem) suatu keluarga hanya terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya termasuk anak biologis dan anak angkat. Dalam sistem demikian, ikatan kekeluargaan “sangat ketat” dalam arti bahwa seorang kepala keluarga hanya merasa bertanggungjawab atas kesejahteraan para anggota keluarga langsungnya saja. Sebaliknya, dalam sistem “keluarga besar” (extented family sistem) tanggungjawab seorang pencari nafkah utama tidak hanya memikirkan kesejahteraaa istri dan anak-anaknya, melainkan juga sanak saudara dekat lainnya.
            Sistem keluarga ini perlu dikenali karena dapat menimbulkan berbagai implikasi negatif dalam kehidupan bermasyarakat seperti primordialisme, nepotisme, kronisme. Ketiga hal tersebut menjadi masalah karena orang-orang yang berkuasa cenderung mengesampingkan kriteria-kriteria objektif dalam memperlakukan orang-orang yang dekat padanya dan memberikan berbagai kemudahan yang memungkinkan mereka mendapat perlakuan khusus berbeda dengan para warga masyarakat lainnya yang tidak dekat pada kekuasaan.
            Pemahaman yang tepat terhadap berbagai implikasi faktor-faktor diatas penting untuk menentukan strategi pembangunan bidang sosial budaya dengan tepat. Selain itu, pemahaman tersebut menjadi penting apabila dikaitkan dengan kategorisasi anggota warga masyarakat.
Pembangunan aspek tersebut karena berorientasi pada masyarakat maka harus dikategorisasikan dalam tiga kelompok golongan masyarakat yaitu golongan tradisional, golongan modernis dan golongan ambivalen.

       Pemahaman yang tepat terhadap berbagai implikasi faktor-faktor diatas penting untuk menemukan strategi pembangunan di bidang sosial dan budaya dengan tepat.selain itu stersebut menjadi penting bila dikaitkan dengan kategorisasi anggota masyarakat  seperti berikut ini
Pembangunan bidang sosial budaya merupakan hal yang tidak mudah karena menyangkut antara lain filsafat hidup, pandangan hidup, persepsi, cara berpikir, sistem nilai, dan orientasi para warga masyarakat. Disini terdapat kategorisasi berbagai golongan masyarakat, yaitu :
·      Golongan tradisionalis
Ciri pokok dari golongan ini yaitu sebgai berikut:
 a. Mereka cenderung menolak proses modernisasi karena adanya persepsi bahwa modernisasi identik dengan “westernisasi”.
 b.     Ciri kedua dari golongan tradisonalis menyangkut orientasi waktu, yaitu berorientasi ke masalalu.
c.      Ciri yang ketiga yaitu, karena tingkat pendidikan yang pada umumnya masih rendah dan mungkin pula karena pengalaman dimasa penjajahan, kelompok ini sering menampilkan sikap rendah diri terutama bila berhadapan dengan bangsa lain yang lebih maju, terutama orang-orang barat.
d.      Ciri keempat golongan tradisionalis ialah adanya stratifikasi sosial diterima sebagai suatu hal yang wajar.
e.       Kecenderungan kuat menolak perubahan.
f.       Ikatan kekeluargaan yang masih sangat kuat.

·      Golongan modernis
Pada umumnya para anggota masyarakat yang termasuk golongan ini ialah mereka yang telah memperoleh pendidikan, terutama pendidikan tinggi, baik didalam maupun diluar negeri. Kedudukan mereka dalam masyarakat biasanya adalah selaku tenaga professional , termasuk jabatan manajerial tingkat madya.
Ciri pokok golongan ini antaralain :
a. Memiliki wawasan luas yang menyangkut tata kehidupan modern.
b. Ciri kedua dari golongan ini ialah orientasi waktunya, yaitu masa depan.
c. Kesediaan memainkan peranan selaku pelopor dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
 d. Ciri keempat, bahwa kelompok modernis sering diliputi oleh perasaan ketidaksabaran, bukan hanya dalam menilai situasi dalam masyarakat akan tetapi juga dalam menjalankan kepeloporannya.
Meskipun para modernis tidak luput dari kelemahan, kiranya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah apabila dikatakan bahwa salah satu sasaran pembangunan sosial budaya ialah memperbanyak jumlah anggota masyarakat modernis.

      Golongan ambivalen
              Sesungguhnya keberadaan golongan ini tidak diinginkan dalam suatu masyarakat. Dikatakan demikian karena keseluruhan cirri-cirinya menunjukkan sifat yang oportunistik dan bahkan menjadi parasit di masyarakat. Tindakannya salalu didasarkan pada untung rugi bagi diri sendiri. Tiga ciri yang sangat menonjol ialah sabagai berikut :
     a.    Orientasi waktu kelompok ini adalah masa sekarang.
     b.     Bagi kelompok ini tampaknya berlaku “rumus” bahwa suatu perubahan yang dipelopori oleh pihak lain, seperti kaum modernis misalnya, hanya akan diterima apabila dipersepsikan bahwa perubahan akan “gemerincing dikantongnya”.
      c.       ciri ketiga ialah, cepatnya mereka berganti “warna” dari “warna” lama yang tidak menguntungkan menjadi “warna” yang lebih menjamin kenikmatan sekarang.

Indikator Keberhasilan di Bidang Sosial dan Budaya
Pembangunan sosial dapat didefinisikan sebagai strategi kolektif dan terencana guna meningkatkan kualitas hidup manusia melalui seperangkat kebijakan sosial yang mencakup sektor pendidikan, kesehatan, perumahan, ketenagakerjaan, jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Istilah pembangunan sosial (social development) sering dipertukarkan dengan pembangunan manusia (human development) dan pembangunan kesejahteraan sosial (social welfare development). Secara konseptual, ketiganya sesungguhnya memiliki arena dan konsentrasi yang relatif berbeda, meskipun bersinggungan. Bila pembangunan sosial lebih berorientasi pada peningkatan kualitas hidup manusia dalam arti luas, maka pembangunan manusia memfokuskan perhatiannya pada peningkatan modal manusia (human capital) yang diukur melalui dua indikator utama; pendidikan (misalnya angka melek huruf) dan kesehatan (misalnya angka harapan hidup). Sementara itu, pembangunan kesejahteraan sosial lebih berorientasi pada peningkatan modal sosial (social capital) yang dapat dilihat dari indikator keberfungsian sosial (social functioning) yang mencakup kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, melaksanakan peran sosial serta menghadapi goncangan dan tekanan kehidupan. Meskipun sasaran pelayanan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup individu dan masyarakat dari berbagai kelas sosial ekonomi, namun sasaran utama pelayanan pembangunan sosial pada umumnya adalah mereka yang tergolong kelompok-kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups) yang di Indonesia dikenal dengan nama Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).
Krisis multi dimensi yang dihadapi bangsa Indonesia sejak tahun 1998 tidak hanya menyangkut aspek ekonomi dan politik, tetapi juga merambat kepada aspek pembangunan sosial, khususnya pembangunan Kesejahteraan Sosial. Ternyata, kondisi sosial ekonomi dan politik bangsa Indonesia sangat rapuh dan rentan terhadap terpaan arus globalisasi. Hal itu menuntut semua komponen bangsa untuk mengkaji ulang paradigma pembangunan dan tidak terkecuali paradigma pembangunan Kesejahteraan Sosial. Romanyshyn (1971) menyatakan istilah “Kesejahteraan Sosial” seringkali diekspresikan secara kabur dan konsepnya selalu berubah-ubah, yang memiliki konotasi negatif dan positif. Dalam arti sempit, kesejahteraan sosial diartikan sebagai bantuan finansial dan pelayanan lain bagi golongan masyarakat yang kurang beruntung.
Banyak arti yang diberikan pada istilah kesejahteraan sosial (Suharto, 2005). Kesejahteraan sosial seringkali menyentuh, berkaitan, atau bahkan, selintas, bertumpang-tindih (overlapping) dengan bidang lain yang umumnya dikategorikan sebagai bidang sosial, misalnya kesehatan, pendidikan, perumahan, dll. Spicker (1995:5) membantu mempertegas substansi kesejahteraan sosial dengan menyatakan bahwa welfare (kesejahteraan) dapat diartikan sebagai “well-being” atau “kondisi sejahtera”. Namun, welfare juga berarti ‘The provision of social services provided by the state’ dan sebagai ‘Certain types of benefits, especially means-tested social security, aimed at poor people’.Kesejahteraan menunjuk pada pemberian pelayanan sosial yang dilakukan oleh Negara atau jenis-jenistunjangan tertentu, khususnya jaminan sosial yang ditujukan bagi orang miskin. Menurut Howard Jones(1990), tujuan utama kesejahteraan sosial, yang pertama dan utama, adalah penanggulangan kemiskinan dalam berbagai manifestasinya. “The achievement of social welfare means, first and foremost, the alleviation of poverty in its many manifestations” (Jones, 1990:281). Makna “kemiskinan dalam berbagai manifestasinya” menekankan bahwa masalah kemiskinan disini tidak hanya menunjuk pada “kemiskinan fisik”, seperti rendahnya pendapatan (income poverty) atau rumah tidak layak huni, melainkan pula mencakup berbagai bentuk masalah sosial lain yang terkait dengannya, seperti anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia, pelacuran, pengemis, pekerja migran, termasuk didalamnya menyangkut masalah kebodohan, keterbelakangan, serta kapasitas dan efektifitas lembaga-lembaga pelayanan sosial pemerintah dan swasta (LSM, Orsos, institusi lokal) yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan.

 Peran Pendidikan Dalam Pembangunan Sosial Budaya
   Pada dasarnya, bahwa pembangunan sosial budaya ialah mewujudkan masyarakat bangsa yang modern, setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia dengan tetap mempertahankan jati diri bangsa yang bersangkutan yang menjadikannya sebagai bangsa yang khas sifatnya. Telah terlihat pula  bahwa pembangunan sosial budaya menyangkut antara lain kesediaan menerima perubahan dalam berbagai segi kehidupan dan penghidupan, termasuk cara berpikir, gaya hidup, cara bekerja, dal sebagainya.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa wahana yang paling efektif untuk menyelenggarakan pembangunan sosial budaya adalah melalui pendidikan  dalam arti yang seluas-luasnya.

   Pendidikan formal
            Pendidikan formal berlangsung secara berjenjang mulai dari taman kanak-kanak hingga pendidikan tinggi. Para pakar pendidikan mengatakan bahwa pendidikan formal biasanya berlangsung disekolah dan sasaran utamanya adalah mengalihkan pengetahuan dari pendidik kepada anak didik. Tetapi banyak aspek lain yang perlu pula ditanagani melalui pendidikan formal, seperti aspek moral, aspek etika, hak dan tanggungjawab sebagai warga negara yang baik, cara berpikir secara rasional, kebneranian mengambil resiko, ketegasan dalam mengambil keputusan, dan lain sebagainya. Pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan formal pada akhirnya harus diabdikan demi kepentingan kemajuan bangsa dan Negara. Olehkarena itu keseluruhan kegiatan pendidikan formal, baik dalam arti kegiatan kurikuler maupun ekstrakulikuler sesungguhnya harus dikaitkan dengan kebutuhan nasional akan sumber daya manusia yang memenuhi tuntutan pembangunan nasional dengan segala bidang, aspek, dan sektornya. Dengan perkataan lain, pendidikan lebih dari sekedar pengajaran meskipun pengajaran merupakan bagian penting dari pendidikan. Keberhasilan kegiatan pendidikan memerlukan dukungan perangkat keras dan perangkat lunak seperti kurikulum yang tepat, proes kegiatan belajar mengajar yang efektif, sarana dan prasarana yang memadai, termasuk peralatan laboratorium, penggunaan teknik-teknik mengajar yang memepermudah pengaliahn pengetahuan, dan yang terpenting adalah tersedianya tenaga yang betul-betul menguasai bidang yang diajarkannya.

   Pelatihan sebagai aspek pendidikan formal
            Upaya mencerdaskan bangsa tidak terbatas hanya pada penyelenggaraan pendidikan formal. Kegiatan yang tidak kalah pentingnya adalah pelatihan yang sangat beraneka ragam. Pelatihan merupakan upaya untuk mengalihakn keterampilan dari pelatih kepada para peserta pelatihan. Sering orang berpendapat bahwa pelatihan hanya diperuntukkan bagi mereka yang ingin menguasai segi-segi teknis suatu pekerjaan seperti montir dan sejenisnya. Pandangan demikian terlalu sempit. Pelatihan dapat pula diselenggarakan untuk memberikan kemahiran dan keterampilan baru bagi semua profesi, jabatan, dan kedudukan. Pelatihan tidak hanya berupa kegiatan dikelas akan tetapiterdapat dalam bentuk-bentuk lain seperti seminar, diskusi panel, konferensi, dan lain-lain.
  



Pemberantasan buta huruf
                        Tingkat pendidikan rata-rata warga masyarakat di negara-negara terbelakang masih rendah. Dan bahkan tidak sedikit warga negara yang masih buta aksara. Upaya memberantas buta aksara harus dipandang sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Siapapun akan mengakui bahwa kemampuan membaca dan menulis akan memperluas cakrawala pandangan seseorang. Misalnya, disatu pihak ia dapat menggali sendiri informasi yang diperlukannya dan di pihak lain yang bersangkutan dapat memberikan informasi yang dimilikinya dan diperlukan oleh orang lain. Manfaat lain ialah dimungkinkannya seseorang menambah pengetahuan dan keterampilan yang pada gilirannya menambah alat yang dapat digunakan untuk memperkaya kehidupannya. Yang bersangkutan juga akan makin mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga Negara yang bertanggungjawab.

Perkembangan Sosial Budaya Indonesia
kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.

    Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia
Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negara maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan faktor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.
     Perkembangan Sosial Budaya Dewasa Ini
 Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
  Penerapan teknologi maju
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sektor kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
 
Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan biaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di exploitasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas dan hukum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan.
 Permasalahan Sosial Budaya Di Indonesia
  Bicara tentang sosial, erat kaitannya dengan masyarakat dan hubungan antar masyarakat. Hubungan antar masyarakat yang beragam menciptakan suatu kebiasaan yang disebut juga budaya. Jadi, sosial budaya membahas tentang fakta-fakta kebiasaan masyarakat dalam berinteraksi satu dengan yang lain. 
    



Sosialisasi di Zaman Globalisasi
 Perkembangan sosial yang membudaya di Indonesia berbanding lurus dengan zaman yang sedang berkembang. Zaman yang berkembang dari tahun ke tahun dan teknologi  yang kian canggih, mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam bersosialisasi.
 Terutama pada zaman globalisasi ini. Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat  (Lucian W. Pye, 1966) ke berbagai tempat di dunia ini (id.wikipedia.org).Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi.
Arus globalisasi pasti mempunyai dampak  yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam sosial budaya Indonesia.
Beberapa pengaruh globalisasi dalam sosial budaya di Indonesia, antara lain:
   Meningkatnya   individualisme.
Di era globalisasi ini, kesempatan individu untuk mengatur dan menentukan yang baik bagi dirinya  sendiri sangat terbuka lebar. Hidup perorangan tanpa memperdulikan lingungan sekitar, nantinya akan merugikan diri sendiri.
     Cultur    Shock    (gegar   budaya).
Culture Shock  biasanya ditandai dengan perubahan budaya maupun kebiasaan dalam masyarakat. Norma masyarakat yang sebelumnya menjadi pedoman bagi seseorang bertindak perlahan- lahan berubah menjadi longgar. Misalnya kebiasaan memberikan salam dan mencium tangan pada orang tua sudah pudar di kalangan generasi muda.
   Cultur    Lag     (kesenjangan budaya).
Cultur lag ditandai dengan kebiasaan anggota masyarakat melanggar aturan atau hukum. Misalnya : Di ruang AC, di bis umum ber-AC walaupun tertulis larangan merokok, ternyata masih banyak yang merokok.
  Pola   Kerja.               
Globalisasi membawa perubahan yang mendalam dalam dunia kerja. Pola perdagangan internasional yang baru dan cenderung ke arah ekonomi berbasis pengetahuan mempunyai dampak luar biasa bagi pola kerja. Pekerja tanpa ketrampilan akan digantikan oleh pekerja yang memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh industri modern.
    Kebudayaan   Pop.
Karena globalisasi, image gagasan dan gaya hidup baru menyebar dengan cepat ke seluruh pelosok dunia. Perdagangan, teknologi informasi baru, dan migrasi global telah memberi kontribusi  besar bagi penyebaran citra, gagasan, dan gaya hidup baru tersebut melintasi batas- batas negara.


 Teknologi Komunikasi yang Mengglobal di Indonesia
      Permasalahan sosial budaya di Indonesia sekarang ini banyak hubungannya dengan teknologi komunikasi. Teknologi yang kian canggih sangat membantu manusia dalam memenuhi kepuasannya. Namun jika salah dalam penggunaannya, teknologi bisa jadi ancaman bagi manusia (dalam hal ini masalah bersosialisasi).
Teknologi yang paling berpengaruh dalam hal bersosialisasi adalah Handphone dan Internet. Teknologi tersebut memungkinkan kita untuk bersosialisasi  dengan individu lainnya dari jarak jauh.  Terutama yang sedang marak sekarang ini adalah layanan jejaring sosial (social network). Facebook, twitter, Blackberry Mesenger adalah sebagian dari layanan social network yangmenjadi trend di indonesia.
Memang dengan adanya layanan tersebut terkadang bersosialisasi menjadi mudah, membuat yang jauh menjadi dekat tetapi juga terkadang membuat yang dekat menjadi jauh. Waktu pun tersita banyak dengan beraktifitas menggunakan social network tersebut, akhirnya interaksi dengan lingkungan sekitar berkurang dan lama kelamaan menjadi asosial dengan lingkungan dekatnya sendiri. Permasalahan sosial seperti ini kadang disepelekan oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya berpengaruh besar bagi nilai budaya Indonesia.
   Permasalah sosial lainnya adalah sikap dan respon masyarakat Indonesia di situs jejaring sosial. Karena dalam jejaring sosial kita berkomunikasi secara tidak langsung, jadi sulit menerka maksud dan tujuan dari tulisan seseorang dalam jejaring sosial. Sering terjadi kesalahpahaman yang nantinya akan bercabang dengan masalah yang lain. Celah itu pun banyak dilakukan untuk modus kejahatan seperti penipuan dll. Itu lah beberapa masalah sosial yang terjadi di Indonesia karena teknologi  komunikasi yang salah dalam penggunaannya.







BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
            Sosial dan budaya merupakan dua aspek yang tidak dipisahkan dalam kehidupan masyarakat,dizaman era globalisasi sekarang ini dimana kecepatan teknologi membuat informasi bisa dinikmati siapa saja,dimana saja dan kapan saja ,walaupun dibelahan dunia sekalipun.hal tersebut tentunya berdampak pada kehidupan sosial dan budaya dimana kebudayaan dan kehidupan bangsa lain masuk kedalam kehidupan bangsa indonesia.maka diperlukan adanya perhatian semua pihak untuk menjaga kehidupan sosial dan budaya  bangsa ini agar tetap kelak di kemudian hari tetap menjadi indentitas bangsa yang utuh,maka dari itu selain pembangunan di bidang ekonomi sedang gencar dilakukan dimana belum lama ini indonesia mengadakan kerjasama dibidang ekonomi dengan ASEAN COMMUNITY 2015  kerjasama yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sosial berbangsa dan bernegara,belum lama kita digegerkan oleh kebudayaan khas kita yaitu Batik dan Reogpenorogo yang diklaim negara lain sebagai kebudayaan bangsanya,terus masalah kebudayaan barat atau asing mulai menyerbu bangsa ini apalagi dikalangan penerus bangsa, memang tidak semua kebudayaan asing itu buruk akan tetapi kita sering kebablasan tidak menyaring dan disesuaikan dengan kebudayaan luhur bangsa kita ,jika tidak disaring makan tentunya akan menimbulkan masalah dan masih banyak lagi permsalahan  kebudayaan dan sosial yang ada dalam kehidupan bangsa ini.untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlunya pembangunan yang terencana dan terorganisir agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.


















                                                       REFRENSI
Siagian,Sondang P., 1999. Administrasi Pembangunan. PT Bumi Aksara: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar