Karl Marx - Perjalanan Hidup
BAGIAN
I
Dari Filsafat Ke Politik
Karl Marx lahir di Trier, di Rhineland Prusia, tanggal 5
Mei 1818. Kedua orang tua Marx adalah keturunan Yahudi, tetapi mereka kemudian dibaptis
oleh gereja-negara Prusia ketika Marx masih kanak-kanak. Ideologi pencerahan
Perancis telah memenangkan basis yang kuat. Rheineland, yang dikuasai oleh
Perancis dari tahun 1798 sampai 1815, dan dari ayah serta guru-guru sekolahnya,
Marx mendapatkan pendidikan liberal dan humanis. Jerman, negeri di mana Marx
tumbuh dewasa, ketika itu adalah negeri yang terbelakang dibanding negeri
tetangga Barat lainnya. Mayoritas penduduk negeri itu bekerja di sektor
agraris, dan produksi di perkotaan masih didominasi oleh sistem gilda, dan
industri modern baru masuk di Rheinland bagian utara. Kota-kota di Jerman hanya
sedikit saja pertumbuhannya, atau tidak sama sekali, sejak abad 16, dan jumlah penduduk
Jerman pada masa itu hanya separuh dari jumlah penduduk Paris. Keterbelakangan
ekonomi itu tercermin dalam struktur-struktur politik Jerman. Jerman pada waktu
itu belum pernah mengalami bentuk revolusi borjuis apapun, dan masih terbagi
dalam 39 negara bagian, yang umumnya bersifat absolutis, dalam sebuah
konfederasi di bawah Aliansi Suci yang terdiri dari Prusia, Austria dan Rusia.
Walaupun terbelakang, sejarah Jerman tidaklah statis.
Revolusi Perancis telah memberi inspirasi bagi lahirnya suatu sentimen
demokratik yang kuat di antara kaum pengrajin/seniman dan kaum intelektual di
kota-kota Jerman. Sentimen ini tidak sepenuhnya hilang setelah mengalami pendudukan
Napoleon, dan masih terus hadir untuk memberi inspirasi bagi lahirnya sebuah
revolusi kerakyatan. `Perang Pembebasan' di tahun 1813, walaupun dilancarkan di
bawah kepemimpinan Prusia, namun mampu membangkitkan antuasisme bagi sebuah
Jerman bersatu, yang muncul seiring arus demokratik dan kemudian mendorong
terbentuknya komunitas-komunitas rahasia, yang dikenal sebagai Burschenschaften
(Asosiasi-Asosiasi Mahasiswa). Walaupun hanya berdiri di universitas-universitas,
namun demonstrasi-demonstrasi yang mereka lakukan, khususnya pada Festival
Wartburg tahun 1817, telah mengarahkan gerakan demokratik nasional pada satu
fokus. Pada tahun 1819, tindakan-tindakan represif dari Dekrit Karlsbad, yang
diperintahkan oleh Aliansi Suci, dilancarkan untuk menindas gerakan ini, yang
menyala kembali setelah revolusi Juli di Perancis pada tahun 1830 dan mengalami
tingkat represi yang baru.
Perkembangan industri, baik tekstil maupun industri
berat, berlangsung sangat serius sepanjang tahun 1830-an, yang diuntungkan oleh
kemajuan teknologi yang terjadi di Inggris selama 60 tahun sebelumnya. Pembangunan
jalur kereta api menyusul dengan pesat pada tahun 1840-an. Zollverin (serikat
cukai) Jerman Utara dibentuk di bawah kepemimpinan Prusia pada tahun 1834 untuk
mengantisipasi tuntutan borjuis bagi unifikasi (penyatuan) nasional, namun
seiring kemajuan perkembangan kaum kapitalis, maka tekanan kaum liberal untuk
adanya konstitusi pun semakin berkembang di Prusia, khususnya di Rhineland,
yang makin meningkat setelah naiknya Frederick William IV ke tampuk kekuasaan pada
tahun 1840. Jumlah penduduk Jerman meningkat 50% antara tahun 1816-1846, meski
emigrasi ke Amerika tetap terjadi, dan ini menambah tekanan pada persolan
tanah, khususnya di propinsi-propinsi di timur Prusia. Para petani di Jerman
Selatan dan Barat pun semakin terjerat dalam hutang.
Di tahun 1840-an, depresi agraria dan perdagangan mulai menyebabkan
kegelisahan di perkotaan dan di pedesaan. Dengan demikian faktor ekonomi,
politik, dan ideologi mulai terbentuk, yang kemudian akan berpadu dalam jalinan
revolusioner tahun 1848. Pengaruh paradoksikal yang muncul sebagai dampak keterbelakangan
Jerman mengguratkan tanda pada kehidupan intelektual, satu lingkungan di mana
orang Jerman tidak disangsikan lagi kemajuannya. Sejak revolusi Perancis dan
seterusnya, filsafat Jerman mengalami perkembangan berlebihan yang istimewa,
yang menghasilkan sistem-sistem idealis yang sangat kuat dari Kant, Fichte,
Schelling, dan Hegel. Dalam konteks keterbelakangan historis nasional mereka, intelektual
Jerman telah dipaksa, sebagaimana dinyatakan oleh Marx, untuk `memikirkan apa
yang telah dilakukan orang lain',1) dan paksaan untuk melakukan abstraksi terhadap pemikiran
mereka ini menjadikan filsafat Jerman pada periode ini tidak tertandingi dalam
cakupan sintesisnya, yang mencapai puncaknya dalam intregrasi sistematis Hegel terhadap
ilmu-ilmu alam, logika, dan teori sosial.
Pada tahun 1836, Marx memulai karir perkuliahannya di
Bonn, tapi tahun berikutnya ia pindah ke Berlin. Semula Marx ingin belajar
hukum, namun kecenderungan teoritiknya segera membawanya ke filsafat. Pada 1831,
Hegel wafat di masa jabatannya sebagai profesor di bidang filsafat di Berlin,
tetapi sejak pertengahan dekade tersebut, warisan pemikirannya telah mulai
diperdebatkan, yaitu ketika kaum Hegelian Muda (Hegelian Kiri) melancarkan
serangan pertama terhadap sistem yang kolot dengan menerbitkan karya David
Strauss, Life Of Jesus (Kehidupan Yesus).2) Dalam gabungan
keterbelakangan ekonomi dan politik Jerman yang istimewa itu dengan
perkembangan teorinya yang berlebihan, maka filsafat Hegelian, dengan
implikasi-implikasi politiknya yang ambigu dan ketegangan internal dalam sistem
dan metodenya, pada dekade berikutnya ternyata menyediakan ruang bagi
pertarungan-pertarungan politik yang ketika itu belum dipertarungkan dalam
arena perjuangan kelas terbuka.
Kaum `Kanan', yaitu para Hegelian Ortodoks, yang berjuang
mempertahankan konvervatisme dengan membela sistematika Hegel, berdasarkan
pernyataan/diktum bahwa `hal yang nyata adalah hal yang rasional' menyediakan
legimitasi bagi segala yang ada masa itu, khususnya agama Kristen dan Monarki
Prusia. Kelompok Hegelian Kiri menggunakan metode Hegel yang dialektik untuk
mengkritisi lembaga-lembaga yang ada sebagai tidak rasional, sehingga berarti
`tidak riil', yaitu telah hidup lebih lama dari moment sejarahnya, dan sudah
waktunya diubah. Dengan demikian, mereka melancarkan kembali pertarungan lama, sekalipun
dengan istilah yang lebih canggih, peperangan melawan agama dan absolutisme
seperti yang terjadi pada masa Pencerahan Perancis di abad sebelumnya. Kaum
Hegelian Muda tidak menolak kebenaran agama atas landasan agama itu sendiri,
melainkan mencoba rmenjelaskan dogma agama dalam level yang berbeda dalam
realitas, yang contoh utamanya adalah dalam hal etika.
Pada tahun 1841 Ludwig Feuerbach mencapai apa yang bagi
Hegelian Muda nampak sebagai suatu `penghapusan' agama secara tegas melalui
bukunya The Essence of Christianity (Hakikat Kristianitas),3) di mana ia
mentransformasikan idealisme Hegel menjadi humanisme radikal dengan mengganti
subjek abstrak dalam Philosopy of Mind (Filsafat Akal)-nya Hegel dengan
spesies manusia, dan menjelaskan agama sebagai keterasingan (alienasi) manusia
dari kekuasaan atau hakikatnya sendiri, sehingga kemudian ia dikuasai oleh
hal-hal yang ia ciptakan sendiri. Di Prusia dan negara bagian Jerman lainnya
yang absolutis, agama adalah pijakan awal alami bagi kritik kaum rasionalis karena
negara dan tatanan sosial tradisional masih mendirikan legitimasinya di atas
basis agama. Tesis doktoral Marx yang diselesaikan pada tahun 1841, dianggap
sebagai sebuah karya yang anti agama.4) Marx melakukan pendekatan terhadap politik dengan bantuan
dari kawan Hegelian Muda-nya, Bruno Bauer, yang melakukan transisi dari kritik
terhadap agama menjadi kritik terhadap politik secara ekspisit dengan bukunya The
Christian State (Negara Kristen). Pada tahun 1841 Marx bergabung dengan
Bauer di Bonn dan bekerja sama untuk beberapa waktu, sembari berencana
menerbitkan sebuah jurnal, yang akhirnya gagal. Selain itu, Marx juga mendekati
Bauer untuk mendapatkan posisi sebagai rekan kerja Bauer di universitas
tersebut. Namun demikian, beberapa bulan kemudian, karena kegiatan-kegiatan
subversifnya, Bauer akhirnya dipecat dari Universitas Bonn, suatu kejadian yang
langsung menyirnakan harapan Marx akan sebuah karir akademik. Artikel politik
Marx yang pertama diterbitkan di bulan Februari 1842 dalam jurnal Hegelian Muda
Anekdota. Mengomentari perihal sensor di Prusia, Marx menunjukan kontradiksi
yang melekat pada sistem sensor tersebut, dan mengajukan argumen pembelaan yang
liberal dan rasional tentang perlunya kebebasan pers dan kemerdekaan
berpendapat bagi publik.5)
Sepanjang tahun 1842 Marx semakin terlibat dalam koran Rheinische
Zeitung (Buletin Rhein) dan akhirnya diangkat menjadi editornya. Rheinische
Zeitung yang diterbitkan di Cologne, mewakili aliansi singkat antara
filsuf-filsuf Hegelian Muda, yang telah mulai condong ke radikalisme, dengan
borjuasi liberal, Rhein yang gelisah terhadap kegagalan sang raja baru untuk
mengabulkan konstitusi yang telah lama dijanjikan. Dalam Rheinische Zeitung,
Marx berkutat dengan persoalan-persoalan politik aktual dalam batas-batas
oposisi liberal, karena ketika itu ia masih percaya dimungkinkannya dan
perlunya `tugas yang penuh penderitaan dan tanpa pamrih untuk mencapai
kemerdekaan politik tahap demi tahap'.6) Ketika bekerja di Rheinische Zeitung -lah Marx, untuk pertama
kalinya, bersentuhan dengan ide-ide sosialis dan komunis Perancis, yang menjadi
populer di Jerman pada tahun 1842 berkat propaganda Moses Hess7) dan diterbitkannya buku
karya Lorenz Van Stein, The Socialism and Comunism of Contemporery France (Sosialisme
dan Komunisme Perancis Kontemporer). Akan tetapi, ketika itu sikap Marx terhadap
komunisme Perancis masih sangat berhati-hati. Ketika Hess banyak diserang dalam
artikel-artikel yang ditulisnya di Rheinische Zeitung, Marx menulis editorial `
Rheinische Zeitung … bahkan tidak dapat menerima realitas teoritik dari
ide-ide komunistik dalam bentuknya yang sekarang, dan bahkan berpendapat bahwa
realisasinya dalam praktek lebih tidak mungkin lagi.' Namun demikian, Marx
menerima bahwa tulisan-tulisan yang dari Leroux, Considérant dan, yang
terpenting, karya-karya terobosan Proudhon hanya dapat dikritik setelah studi
panjang dan mendalam.8) Yang lebih berperan penting bagi perkembangan Marx adalah
bahwa sebagai editor Rheinische Zeitung, ia dipaksa berhadapan secara praktek
dengan `persoalan-persoalan sosial'. Sebelumnya Marx mencurahkan perhatiannya
hanya pada persoalan politik dan agama, sebuah bidang di mana Marx berhasil
menjelaskan berbagai perdebatan antar para pemikir, dalam cara pandang yang
idealis, sekedar untuk membenarkan atau menunjukkan kesalahan ide-ide mereka
itu. Kini Marx terlibat dalam konflik-konflik berdasarkan kepentingan material
untuk pertama kalinya, yaitu dalam kaitannya dengan pelanggaran legislatif Parlemen
Rhein9) tentang hak-hak
penggunaan kayu, dan tentang pemiskinan petani anggur di Moselle yang
diakibatkan oleh Zollverein. Marx mengritik Parlemen Rhein atas
undang-undangnya yang kental akan bias kelas, namun ketika itu Marx masih
percaya bahwa perdebatan politis dapat menyelesaikan konflik-konflik seperti
itu, syaratnya adalah
kebebasan pers dan debat publik.10) Namun, seperti yang
kemudian diakui Marx, masalah-masalah yang ditimbulkan oleh isu-isu inilah yang
menyebabkan ia berpaling dari arus besar kritisisme filsafat Hegelian Muda dan
berpaling pada materialisme historis.11) Penindasan terhadap Rheinische Zeitung di bulan Maret
1843 menandai berakhirnya harapan bahwa Prusia dapat mengalami kemajuan melalui
monarki konstitusional menuju kebebasan demokratik.
Kaum Hegelian Muda kemudian terpecah menjadi beberapa
kecenderungan yang berbeda. Beberapa orang seperti Bruno dan Edgar Bauer, serta
Max Stirner, terus berusaha mengembangkan posisi-posisi teoritik yang semakin radikal,
namun tetap menjaga jarak aman dari aktivitas politik praktis; yang lainnya,
terutama Arnold Ruge,12) Moses Hess, Karl Marx, dan Frederick Engels, mulai
mencari cara untuk mengubah `senjata kritik' menjadi `kritik dengan senjata'.13) Untuk tujuan itu Ruge
dan Marx meninggalkan Jerman pada tahun 1843 ke Paris, tempat di mana Hess
telah menetap. Dan di sanalah mereka merencanakan penerbitan sebuah jurnal, Deutsche-Französische
Jahrbücher (Buku Tahunan Perancis-Jerman). Namun Kepindahannya ke Paris bukan
hanya dipaksa oleh sensor di Prusia. Sebagai mana tersirat dalam judul jurnal
mereka, Marx dan kawankawannya berharap untuk menggabungkan pencapaian filsafat
mereka dengan pencapaian teori politik Perancis, sehingga akan sampai pada prinsip-prinsip
pemandu bagi sebuah revolusi radikal, yang kini mereka yakini diperlukan di Jerman. Sepanjang 1843,
Marx telah menjadi seorang penganut Feuerbach yang bersemangat, yang telah
mengembangkan posisinya sepenuhnya di tahun itu dengan penerbitan karyanya, Provisional
Theses for the Reform of Philosophy (Tesis Sementara untuk Reformasi
Filsafat). Feuerbach telah mengajarkan bahwa penjelasan agama bahwa Tuhan
adalah subjek dan manusia hanyalah predikat hanya memerlukan pembalikan untuk mengungkapkan
hubungannya yang sejati. Dalam Provisional Theses, Feuerbach mengajukan
bahwa `metode transformatif' ini adalah alat untuk mengritik semua filsafat
spekulatif (seperti idealisme Jerman), karena filsafat spekulatif tidaklah
lebih dari agama dalam tampilan yang sekuler. Kunci konsep kritis Feuerbach
adalah konsep Gattungswessen atau species-being (kemakhlukan,
hal-hal yang menyatakan keberadaan satu makhluk), yang digunakannya untuk
mengungkapkan totalitas kekuatan kolektif kemanusiaan, dan konsep inilah yang
berusaha diterapkan oleh Marx, mula-mula terhadap negara politik, kemudian
terhadap ekonomi kapitalis yang dimuat dalam dua naskah besar yang ditulis pada
tahun 1843 dan 1844.
Marx menulis Critique of Hegel's Doctrine of the State
(Kritik terhadap Doktrin Hegel tentang Negara) di musim panas 1843. Ketika
itu, Marx baru saja menikah dengan Jenny von Westphalen, yang telah bertunangan
dengan Marx selama tujuh tahun, dan tak lama kemudian pindah bersamanya ke
Paris. Dalam naskah ini Marx menyerang penyajian Hegel tentang hubungan antara
negara dengan masyarakat sipil (yaitu kehidupan ekonomi) sebagai sebuah kasus
umum dari filsafat spekulatif. Bagi Hegel, masyarakat sipil adalah wilayah bagi
kebutuhan-kebutuhan material, sedang negara adalah wilayah akal, yang posisinya
lebih tinggi, tempat diselesaikannya konflik-konflik material. Marx mendasarkan
pendapatnya pada humanisme Feuerbach untuk menjelaskan bahwa masyarakat
sipil-lah dan bukan negara_ yang merupakan wilayah kehidupan nyata manusia
sebagai suatu `species-being' dan bahwa `akal' yang mengatur negara mewakili
hubungan nyata manusia dalam bentuk yang terbalik. Birokrasi negara tidaklah
mungkin secara rasional menengahi konflik-konflik kepentingan material,
melainkan membebani eksistensi nyata manusia dengan menjadi kekuatan penindas. Dalam
kritik ini Marx telah melihat bahwa penyelesaian terhadap
pertentangan antara negara dan masyarakat sipil
memerlukan penghancuran negara demi terbentuknya masyarakat sipil. Inilah
posisi yang kelak akan diintegrasikan Marx dalam konsepsinya tentang komunisme
ilmiah. Akan tetapi dalam tahapan perkembangannya waktu
itu, Marx baru memiliki konsepsi yang samar tentang
pertentangan kelas. Ia masih percaya bahwa pemungutan suara secara universal
akan mampu menciptakan penghancuran negara penindas, dan pembebasan bagi bagi species-life
manusia, namun ia belum mengakui perlunya penghapusan kepemilikan pribadi _yaitu
komunisme_ sebagai syarat dasar bagi pembebasan ini. Namun demikian, doktrin
Feuerbach tentang species-being dengan mudah mengarah ke komunisme, dan
Marx pun segera mengambil langkah ini sebagai kelanjutannya. Beralihnya Marx ke
komunisme terjadi segera setelah ia pindah ke Paris di mana ia belajar dari
tangan pertama tentang tendensi-tendensi (aliran politik yang masih berbentuk
pemikiran) sosialis dan komunis, dan terlibat dalam diskusi-diskusi dengan kaum
militan dari
gerakan buruh Perancis.
Dalam buruh-buruh Perancis yang sadar kelas ini Marx
menemukan penyelesaian untuk masalah-masalah yang telah ia telaah dalam
Critique of Hegel's Doctrin of the State, dan penyebutan istilah
proletariat untuk pertama kalinya dalam Pendahuluan terhadap Critique, yang masih
dalam perencanaan penerbitan, yang diterbitkan dalam The
Deutsche-Französische Jahrbücher. Di sini Marx berargumen bahwa
satu-satunya kelas yang dapat melaksanakan revolusi radikal di Jerman (yaitu,
kelas yang akan mewujudkan tujuan-tujuan filsafat humanis Feuerbach) adalah, “Kelas
dengan rantai-rantai radikal, sebuah kelas dalam masyarakat sipil yang bukan
merupakan sebuah kelas dari masyarakat sipil, sebuah kelas yang memiliki
karakter universal karena penderitaannya universal, yang tidak menuntut perbaikan
yang khusus karena kesalahan yang dilakukan terhadapnya memang bukan kesalahan khusus,
melainkan kesalahan secara keseluruhan. Pemecahan atas masyarakat ini, sebagai
suatu kelas tertentu, adalah proletariat”.
Ketika tinggal di Paris selama setahun (1843-1844), Marx berkembang melampaui rumusan awalnya
dalam filsafat Jerman. Ia bukan hanya melanjutkan studinya tentang teori
politik Perancis, yang di satu sisi dimaksudkan untuk menuliskan sejarah
Konvensi-konvensi Revolusi Perancis, melainkan juga, karena dirangsang oleh
kontaknya dengan gerakan proletarian, mulai mempelajari para ahli ekonomi
Inggris yang menelaah `batang-tubuh' masyarakat borjuis. Walaupun begitu, dalam
naskah awal Marx yang berkutat dengan persoalan-persoalan ekonomi dan komunisme
_The Economic and Political Manuscript of 1884_ untuk pertama dan
terakhir kalinya, Marx masih berusaha mengintregrasikan materi pokok yang baru
ini ke dalam kerangka humanisme a la Feuerbach.
Dalam Naskah-naskah 1884, Marx menerapkan metode kritis Feuerbach
terhadap ekonomi politik, mengritik sistem ekonomi borjuis dan para pembelanya
karena membalikkan hubungan-hubungan yang sejati antara kerja dan modal. Bukan
modal yang menjadi subjek dari proses ekonomi dan kerja sebagai predikatnya
melainkan, pada kenyataannya, kerja manusia-lah, aktivitas alami dari
species-being manusia, yang direnggangkan atau diasingkan dan diubah menjadi
modal yang menindas buruh. Dalam hal ini, komunisme dirumuskan sebagai
pengambilalihan kembali kekuatan-kekuatan produktif manusia yang direnggangkan,
sehingga menjadi bentuk masyarakat yang sesuai dengan species-being manusia.
Naskah-naskah ini sering dianggap sebagai pertanda
sampainya Marx pada tema-tema dasar teorinya yang lebih matang. Tentunya sangat
tepat kalau dikatakan bahwa gagasan tentang modal sebagai `kerja yang diasingkan'
mempengaruhi telaah Marx yang selanjutnya tentang Surplus Value (Nilai
Lebih) dan bahwa Marx, untuk pertama kalinya, secara eksplisit menyatakan
dengan bersemangat bahwa komunisme adalah penyelesaian terhadap
pertentangan-pertentangan sosial. Namun perkembangan teoritik Marx masih jauh
dari pemisahan penuh dengan rumusan-rumusan awalnya. Dalam naskah itu, Marx
bukan tidak sepakat dengan kandungan deskriptif teori ekonomi borjuis,
melainkan hanya mengritik realitas yang diuraikan oleh teori ekonomi borjuis
sebagai satu hal yang tidak manusiawi. Demikian pula Marx mengritik para
ideolog yang menerima dan membenarkan realitas ini. Namun dalam Capital, Marx tidak
lagi mengritik masyarakat kapitalis semata berdasarkan basis kriteria humanistik
eksternal, melainkan mengritik teori ekonomi borjuis karena tidak memiliki
pemahaman ilmiah yang memadai tentang ekonomi kapitalis dan, menjelaskan
bagaimana realitas ekonomi kapitalis mengandung kontradiksi di dalam dirinya
yang mendorong sistem ekonomi kapitalis itu ke dalam krisis. Dan, sekalipun
pada tahun 1884 Marx telah menerima perlunya penyelesaian komunistik terhadap pertentangan-pertentangan
dalam masyarakat kapitalis, kenyataannya ia mengritik tendensi komunis masa
itu, yang diwakili Blanqui dan Cabet, dengan argumen bahwa politik mereka itu
didasarkan pada keserakahan dan iri hati yang ditimbulkan kapitalisme itu
sendiri, padahal mereka harus keluar dari dari dorongan-dorongan `egois' ini.
Tak lama setelah itu, Marx menerima bahwa perjuangan kelas yang `egois' adalah
kekuatan penggerak sejarah dan yang akan mengarahkannya pada komunisme, dan ia
mengritik Cabet dan Blanqui karena alasan-alasan yang agak lebih berbeda. Naskah-naskah
1884 tentu saja mempengaruhi perhatian Marx di masa sesudahnya, dan
tulisan-tulisan itu jelas mengandung pemahaman-pemahaman penting Marx yang
kelak akan digabungkan ke dalam teorinya tentang materialisme historis.
Namun naskah itu kurang begitu menandakan lahirnya
teori-teori baru, melainkan lebih merupakan posisi sandar terakhir Marx dalam
dunia ideologi Jerman, begitulah istilah yang kemudian disebut Marx sendiri,
yaitu suatu usaha keras yang hanya berlangsung singkat untuk menggabungkan
realitas ekonomi politik dan komunisme ke dalam humanisme filosofis Ludwig
Feuerbach.
Notes
1) Karl Marx, `Contribution to the Critique of Hegel's
Philosophy of Right: Introduction' dalam Early Writings, Allen Lane/Penguin
Books, dalam persiapan.
2) Terjemahan dalam bahasa
Inggris oleh Marian Evans (George Eliot), London, 1854.
3) Terjemahan dalam bahasa
Inggris oleh George Eliot, London, 1853.
4) `On the Difference
between the Democritian and Epicurian Philosophies of Nature', MEW
Ergänzungsband (Volume Tambahan) I.
5) `Comments on the Last Prusian
Cencorship Instruction', dalam L.D. Easton dan K.H. Guddat, Writings of the
Young Marx on Philosophy and Society, Doubley, New York, 1867.
6) Surat Marx pada
Oppenheim, 25 Agustus 1842, MEW 27, h.410.
7) Moses Hess pada saat itu
sangat dipengaruhi oleh pemikiran Fourier, seorang sosialis utopian, dan tak
lama kemudian menjadi pendiri `sosialisme murni' Jerman. Belakangan Hess
menjadi anggota Liga Komunis, kendati tidak pernah menerima pemikiran Marx dan
Engels
tentang Komunisme Ilmiah.
8) Easton and Guddat,
op.cit., h.134-5. Pierre Leroux adalah penganut Saint-Simon, dan Victor
Considérant adalah seorang Fourierist.
9) Rhine sebagai salah satu
dari delapan propinsi monarki Prusia, memiliki parlemennya sendiri. Meskipun
begitu, Diet (parlemen) ini didominasi oleh aristokrasi, dan tak lebih dari
kekuasaan penasehat semata.
10) Lihat, `The Defence of
Moselle Corespondent: Economic Distress and Freedom of the Press', diringkaskan
dalam Easton and Guddat, op.cit., aslinya dalam bahasa Jerman, dalam MEW 1.
11) Lihat penjelasan ringkas
dan satu-satunya dari Marx tentang perkembangan intelektualnya sendiri dalam
`Preface to A Contribution to the Critique of Political Economy', MESW, h.
181-5.
12) Meskipun begitu, Arnold
Ruge tidak sepakat dengan Marx sampai sejauh komunisme. Pada tahun 1848, ia
duduk sebagai perwakilan Partai Radikal Demokrat dalam Dewan Frankfurt dan
terakhir menjadi seorang Nasional Liberal.
13) `Contribution to the
Critique of Hegel's Philosophy of RightIntroduction' dalam Early
Writings. Ini adalah terjemahan dari `arms of critic' dan `critic of arms'
_yang dimaksudkannya untuk membedakan orang-orang yang menggunakan kritik
sebagai senjata, dan orang-orang yang membawa kritik langsung ke lapangan,
menjadikan gerakan perlawanan sebagai bentuk kritik yang tertinggi.